Jumat, 31 Mei 2013

HAK CIPTA



Hak cipta termasuk jenis hak kekayaan intelektual tetapi hak cipta berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari devinisi hak cipta, pengertian dari hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk memperbanyak ciptaannya dan memberikan perizinan, dengan tidak menyimpang dari batasan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencipta adalah seorang yang memiliki inspirasi melahirkan sesuatu ciptaan dengan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian penciptanya yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Ciptaan adalah hasil karya pencipta yang berupa karya seni, ilmu pengetahuan, dan sastra.
Masa berlaku perlindungan hak cipta di negara indonesia adalah seumur hidup penciptanya jika sang pencipta yang memiliki hak cipta sudah meninggal dunia maka berlaku 50 tahun sesudahnya. Orang yang berhak mewarisi hak cipta tersebut adalah keluarga yang memegang ahli waris dari pencipta. (UU 19/2002 bab III dan pasal 29)
Suatu hukum atas sebuah pelanggaran hak cipta biasanya dalam hukum perdata, dan hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada pelanggaran pemalsuan hak cipta. Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling sebentar selama satu bulan dan paling lama diancam hukuman pidana penjara tujuh tahun. Denda yang dikenakan pada pelanggaran hak cipta paling sedikit sebesar Rp 1.000.000,00 atau paling banyak sebesar Rp 5.000.000.000,00.  Suatu karya yang telah melanggar hak cipta maka akan di tahan oleh negara untuk dimusnahkan. (UU 19/2002 bab XIII dan pasal 72)
Contoh pelanggaran Hak Cipta yaitu yang dilakukan oleh negara Malaysia. Setelah gagal mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba mengklaim kesenian lain yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia sebagai kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang mereka klaim tidak mengubah nama “Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Malaysia kesulitan mencari nama baru sehingga memilih yang mudah saja, yaitu Tarian Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian itupun diubah. Hal ini sama seperti ketika Malaysia mengubah lirik lagu Rasa Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung, Rendang dan lain-lain.
Sumber: 
  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
  2. http://nurjannah.staff.gunadarma.ac.id 
  3. www.apjii.or.id/v2/upload/Regulasi/UU_HC_19.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar